Bandung
19-24 Oktober 2012
Enam hari saya berada di Bandung, kota yang selalu
menyuguhkan kerinduan keasikan dan proses dimana saya mewujudkan mimpi, mimpi
berada disana, mimpi terhadap tim sepak bola kebanggaan, dan mimpi yang
lainnya. Sama halnya dengan tujuan saya berada di Bandung selama enam hari
mewujudkan mimpi setelah lulus kuliah, anggap saja ini proses pengenalan
terhadap dunia sebenarnya. Memasuki dunia yang membuat orang saling berebut
tempat untuk menjadikan hidupnya menghasilkan, menghasilkan apa yang dia
inginkan, mungkin secara kasar sebut saja “materi mandiri”. Susunan jadwal di
Bandung sudah saya rancang sebelum berangkat, ada beberapa tes dan walk in
interview di beberapa perusahaan, dan selanjutnya datang dan berburu tempat di jobfair. Tes langsung di beberapa
perusahaan sedikit membuat lega karena peserta hanya beberapa orang, namun
tempat yang diperebutkan hanya satu. Sudahlah toh tujuan saya pada awalnya berkenalan
dengan dunia mencari kerja. Nothing to
lose saja. Selanjutnya adalah di Jobfair yang diselenggarakan oleh salah
satu perguruan tinggi negri di Bandung disinilah saya semakin dikenalkan dengan
dunia yang sesungguhnya, dunia dimana kita, saya, mereka, kamu atau siapapun
berambisi untuk mendapatkan tempat yang bisa menghasilkan “materi mandiri”. Luar
biasa sedikit menunduk setelah memasukan beberapa lamaran dan CV, saya
berceloteh di dalam hati “berapa puluh perguran tinggi negri yang meluluskan
mahasiswanya?, berapa puluh ribu mahasiswa yang lulus dalam satu semester?,
berapa perusahaan yang membutuhkan sang pencari kerja?... sial ini gak
seimbang!!” hari itu manusia menumpuk menyemuti stand stand perusahaan pencari
pelamar. Lagi-lagi saya kembali ke niat awal agar hati ini tidak terlalu
terdesak oleh keadaan “saya hanya ingin berkenalan”. Dari obrolan beberapa
teman mereka dalam kondisi yang sama, itu sudah lebih cukup untuk menguatkan
hati, hari itu saya tidak mau mengeluh, saya ingin menikmatinya dan saya enjoy.
Terus berusaha kuat kuat kuat!! Ini sebuah proses terhadap pengharapan yang
lebih baik, Semoga ada jalan, dan “materi mandiri” segera menghampiri. Aamiin…
Perut Kampung Halaman
25 Oktober 2012
Ini perkara kambing dan hal yang sudah lama tidak saya
lakukan. Pencarian kambing kurban dimulai dari adanya kabar dari kakak sepupu
saya yang berniat untuk berqurban di idul adha kali ini. Abah sebagai kakek
yang baik dengan senang hati mencarikan kambing yang tepat untuk di kurbankan
dan mengajak saya sebagai ojek dadakan dan pengawal pribadinya. Ada beberapa
tempat yang dikunjungi dan abah tidak mau membeli kambing di bandar yang tentu
saja akan menjual kambing lebih mahal dari harga normal di kandang. Jadi untuk
itu abah mengajak untuk masuk ke dalam kampung mencari rumah warga yang
mempunyai kambing untuk dijual. Tempat-tempat yang dikunjungi masih di area
dalam desa, banyak hal yang saya jumpai terlepas dari kambing yang sedang
dicari. Tempat yang sudah lama tidak dikunjungi, berbincang dengan masyarakat,
menelusuri jalan yang sudah lama tidak dilewati. Seperti berkenalan kembali
dengan masa lalu, daerah yang dulu sering saya lalui ketika bermain semasa
menjadi bocah. Kenangan-kenangan itu kembali hadir dalam angan, menyenangkan
rasanya.
Ketika abah berbincang dengan salah satu warga bermaksud
untuk menanyakan rumah warga yang menjual kambing, ada satu hal yang membuat saya
sedikit miris. Sebut saja wa emod, beliau
baru saja kehilangan jempol kakinya, di usianya yang senja beliau bekerja
sebagai petani, luar biasa sosok yang
gigih dilihat dari usia dan bobot pekerjaan yang dia pikul. namun dalam obrolan
tersebut beliau menuturkan sudah selepas lebaran idul fitri beliau tidak lagi
beraktifitas, teman abah yang biasanya sering di jumpai di masjid ketika
jumatan itu menuturkan jempolnya hilang karena daging dalam kukunya membusuk,
entah apa nama penyakitnya, namun jika tidak dipotong yang terjadi adalah
menyebarnya pembusukan. Abah tertegun dan mengucapkan astagfirulloh sambil menatap wa emod lalu berbicara, “sabar nya wa, nuju aya cocoba, mugia si uwa
kuat, tawakal, insya allah enggal damang deui..” wa emod lalu menimpalnya
dengan kata “aamiin pak haji..”. satu
hal yang saya pelajari adalah ketika wa emod masih bisa tertawa lepas ketika
abah mengajaknya becanda “moal bisa
totoker atuh wa ayeunamah” wa emod menimpalinya dengan tertawa lepas, hal
yang sedikit membuat saya yakin wa emod memiliki semangat yang seketika seperti
muncul di tengah penyakit yang sedang di hadapi. Semoga wa emod cepat sembut
dan tetap semangat dan tertawa seperti yang tadi saya lihat. Aamiin…
Kembali ke kambing dengan mencari kandang warga yang lain
karena setelah dua tempat yang dikunjungi kambing sudah laku dijual ke bandar,
tempat selanjutnya adalah kambing milik mang uka dan mang ojon, ada dua pilihan
disini dengan kambing yang sehat dan cocok untuk menjadi daging qurban, tapi
usia kambing tersebut belum mencapai dua tahun, dan juga belum ada gigi yang
tanggal, Abah menilai seperti itulah persyaratan kambing qurban. Disini juga
saya kembali berkenalan, berkenalan dengan bahasa sunda logat kuningan yang
sudah lama tidak saya dengar, mang ojon sosok yang masih kental logat
Kuningannya, dengan bahasa sunda yang lebih kasar dari sunda lainnya mang ojon
menjelaskan keriteria kambing yang dia miliki, “iyeu pak urang ngingu jenuk, ayeuna kari sakieu di beuli ku bandar,
alhamdulillah jeung jajan budak” saya sedikit tersenyum mendengar logat
mang ojon, karena ketika di jogja saya lebih banyak berinteraksi dengan orang
tasik yang logat bahasa Sunda-nya lebih halus, dan juga ketika dirumah saya
dikenalkan dengan bahasa Sunda yang lebih halus walau nyatanya masih lebih
kasar dari sunda priangan. Namun bahasa mang ojon ini khas sekali logat Kuningan,
saya senang dan sempat sedikit merekam melalui handphone ketika abah dan mang
ojon berbincang. Dari proses pengenalan-pengenalan tersebut, banyak pelajaran
yang bisa diambil dimana saja dan kapan saja, sekarang saatnya untuk memahami
pelajaran-pelajaran hidup tersebut, untuk menjadikan saya lebih kuat dalam
menghadapi apapun. Aamiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar